Sunday, August 17, 2014

Semua mencintai senja

Bismillahirrahmanirrahiim..

Semua mencintai senja. Senja yang hadir dengan sapuan jingga yang merona. Senja yang memukau walau hanya sesaat ia tiba, senja yang begitu sendu mengantarkan siang yang penuh hingar bingar menuju malam yang penuh ketenangan.

Semua mencintai senja. Menyeruput segelas kopi sembari memandanginya dengan tatapan penuh rindu. Berkelindan segala lintasan-lintasan pikiran yang mestinya sudah terlupakan. Menyeduh secangkir teh panas sembari menggenggam gelas yang hangat-hangat kuku. Menatap ke atas langit, melihat matahari yang pelan-pelan kembali ke peraduannya. Meninggalkan semburat senja yang mempesona. Dan semua mencintai senja.

Namun ia berbeda. Ketika semua memuja keindahan senja, ia justru bersembunyi ketika senja datang. Ia mengigil, gemeretak giginya penuh ketakutan. Baginya senja menjadi pertanda gelap yang menyesakkan akan datang. Senja menjadi pertanda bahwa ia akan kembali kesepian, berteman malam, gelap, dan suara nyamuk yang memekakan telinga.

Ia selalu menangis ketika langit perlahan berganti rona, dari biru cerah-jingga-lalu hitam pekat. Ia benci gelap, dan ia benci senja yang mengantarkannya. Yang paling ia benci adalah betapa senja seakan-akan hadir untuk menipunya. Menawarkan semburat keindahan yang menawan lalu perlahan menyeretnya ke dalam kegelapan.

Semua mencintai senja. Kecuali dia.

Ia lebih mencintai fajar. Yang hadirnya terkadang terlewat dan terlupa karena betapa banyak manusia yang masih terlelap dalam mimpi ketika ia datang menyapa. Fajar yang mengantarkan cahaya, yang menjadi pertanda bahwa gelap akan sirna, walapun di penghujung hari senja akan kembali hadir untuk mengingatkan bahwa malam akan segera datang.

(c) Sarah Saskia

No comments:

Post a Comment