Bismillahirrahmanirrahiim...
(Nemu tulisan jadul, 1 Januari 2011, Ah..membaca ini mengingatkan saya pada masa-masa itu. Masa-masa yang hingga saat ini selalu saya rindu. Masa dimana mendekat kepada-Nya adalah agenda yang utama. Masa dimana perbaikan diri adalah fokus yang pertama. Semoga dapat kembali merefleksi diri yang perlahan mulai mengendur, lewat catatan sederhana namun penuh makna
)
Sudah seminggu belakangan ini hatinya gelisah.
Yaa..gelisah tak menentu.
Seakan berada di dua persimpangan jalan yang besar, ia bimbang untuk memilih jalan mana yang ingin ia telusuri.
Pada dasarnya ia sudah tahu, jalan yang mana yang harusnya ia lalui, jalan mana yang harus ia tempuh untuk dapat menemui-Nya di hari akhir nanti.
Namun entah mengapa, rasa ragu di dada kerap menghinggapi.
Sesekali ia berkaca..melihat bayangan diri yang terpantul di cermin. Kemudian ia berkata pada dirinya.."Pantaskah aku berada di sana? Sedangkan diriku masih seperti ini.." Rona sedih kembali terpancar di wajahnya..
"Ya Rabb..sungguh aku ingin berjuang bersama mereka, aku ingin merasakan bagaimana nikmatnya tiap peluh dan lelah yang berjatuhan hanya karena Engkau..namun PANTAS kah aku untuk berada di sana?aku belum seperti mereka.."
Air mata pun bergulir membasahi wajahnya
***
Hari berikutnya, kegelisahan itu masih hinggap di relung jiwanya. Ia coba tenangkan jiwa yang gelisah dengan 2 rakaat dhuha di Musholla tercinta. Musholla sederhana yang tak seberapa besarnya dan hanya disekat oleh kumpulan triplek2 kayu. Musholla yang atas karunia Allah dan perjuangan tanpa lelah para pejuang di dalamnya sehingga ia masih dapat berdiri tegak di sana. Musholla yang merupakan awal mula dari hadirnya tetesan-tetesan hidayah yang membasahi qalbunya.
Dalam khusuknya ia berdoa, " Ya Rabb..kuatkan azzamku..kuatkan azzamku untuk terus berusaha mendekati-Mu sehina apapun diriku".
Tak selang berapa lama, keheningan musholla pun usai. Beberapa rombongan akhwat masuk dan melaksanakan shalat dhuha. Ia pun kembali berdoa dalam diamnya. Walau kali ini tidak ada buliran air mata yang jatuh, namun ia benar-benar butuh untuk dikuatkan.Ia butuh jawaban. Ia masih merasa berat untuk melangkah menempuh jalan itu. Kakinya masih terlalu berat untuk di angkat. Oleh karena itu, ia memohon dengan sangat kepada Allah untuk segera diangkat belenggu yang mengikat kedua kakinya. Belenggu-belenggu yang menghalangi dirinya untuk melangkah menelusuri jalan cinta para pejuang. Belenggu-belenggu yang pada dasarnya ia ciptakan sendiri...
Jam di handphone sudah menunjukkan pukul 10:05 WIB. Sudah saatnya masuk kelas, pikirnya. Sambil melipat mukena, matanya tertuju pada rombongan akhwat yang shalat dhuha tadi. Beberapa di antara mereka sedang khusyu bercengkarama dengan Qur'an nya. Sebagian sedang sibuk dengan laptop beserta tugasnya. Sebagian yang lain sedang asyik berbicara dengan sahabatnya mengenai acara-acara Islami yang sedang mereka rancang. Semua disibukkan dengan agenda-agenda kebaikan, pikirnya.
Terlintas tanya dalam benakknya, bisakah saya seperti mereka?
Ia letakkan mukena di lemarinya. Bayangan wajahnya terpantul melalui cermin yang terletak di atas lemari. Ia kembali memandangi potret diri yang terpantul..PANTASKAH aku berada di tengah-tengah mereka?
***
Di kelas ia hanya termangu, masih terus menguatkan diri...walau setan semakin gencar membisikkan keraguan. Masih dan masih mempertanyakan perihal kepantasan?pantaskah aku??
Lamunannya buyar seketika oleh sahabatnya yang menepuk pundaknya.
"Woy..akhir-akhir ini tampang loe madesu banget, dikit-dikit bengong, dah kayak ayam sakit..gak cerewet kayak biasa, knape lu boi?" tanya sahabatnya
Ia hanya membalas celetukkan sahabatnya itu dengan senyuman yang makin membuat temannya bingung bukan kepalang. Ia yang biasanya dijuluki ms. ribut tiba-tiba berubah menjadi ms.sunyi. Diam dan merenung jadi kebiasaannya akhir-akhir ini..Sahabatnya terus mendesakknya untuk bercerita apa yang sedang dialaminya. Namun ia memilih bungkam. Ia teringat percakapannya dahulu dengan sahabatnya itu.
"gue kayaknya pengen masuk lembaga dakwah deh..hehhehe..?" katanya dengan nada bercanda
"HAH?gak salah lu?lu pengen jadi kayak akhwat-akhwat yang jilbabnya lebar dah kaya taplak meja konferensi?aduuuh...gak kebayang gw mah!" jawab sahabatnya
"Yee...gw kan pengen tobat tau!" balasnya dengan nada sewot
"Emang kalo tobat mesti masuk lembaga dakwah apah?kan kita bisa belajar sendiri, lagian banyak juga kok akhwat2 yang ngakunya aktivis tapi kelakuannya gak jauh beda ama kita, atau malah lebih parah. Daripada jadi orang yang munafik mending jadi diri kita apa adanya lah,jadi akhwat tuh ribet tau!"
Ia pun hanya diam menanggapi pernyataan sahabatnya barusan..
***
Dalam benaknya terjadi banyak pertentangan..di satu sisi ia merasa bahwa Allah sedang menariknya untuk mendekat pada-Nya, untuk lebih memaknai dan menerapkan agama yang sudah sedari lahir ia anut, Islam yang sempurna. Dan salah satu cara untuk mewujudkannya adalah dengan masuk ke lembaga dakwah. Di sisi lain ia merasa belum siap dan belum pantas, dan ia rasa titel "akhwat" belum cocok untuknya. Apalagi ketika menjadi seorang akhwat, banyak tuntutan yang harus dipenuhi. Suka atau tidak, pandangan masyarakat kepada akhwat adlaah orang-orang suci tanpa celah. Padahal ia sendiri masih begitu 'begajulan'
Ia kembali larut dalam lamunannya sambil memandangi pamflet acara ORIENTASI ANGGOTA BARU lembaga dakwah yang sudah tinggal seminggu lagi...
Apa yang harus ia lakukan?
Apa yang harus ia lakukan untuk menguatkan azzamnya?
***
(mari berbagi pengalaman^^)

fotonya bagus banget, di ujung sana pantai yah ? :)
ReplyDeletewah, kurang tau, bukan saya yang ngambil fotonya soalnya, hehehe :D
ReplyDelete