Tuesday, September 27, 2011

terus belajar mengeja lima huruf itu

Bismillahirrahmanirrahiim.

Apa basic need manusia selain kebutuhan biologis seperti makan, minum, tidur, dan seks?

Psylogical needs..kebutuhan psikis, yakni penerimaan dan penghargaan.

Mengapa seseorang bisa dengan mudahnya mengakhiri hidup? menuntaskan nyawa dan putus hubungan dengan segala hingar bingar dunia?

Mengapa seseorang bisa bertahan di lingkungan yang sulit, serba tak ada dalam hal materi, namun masih bisa tertawa lepas dan bahagia?

Dan mengapa pula seseorang berlomba-lomba mempercantik diri, memperbanyak harta, memperluas kekuasaan untuk menyilaukan setiap mata yang memandangnya?

Jawabannya adalah mereka ingin diterima, ingin dihargai, dan ingin diakui keberadaannya.

Dulu semasa SMA saya selalu beranggapan bahwa lebih baik saya dibenci, dicaci, daripada dianggap tidak ada. Lebih baik orang menghina saya, dari pada tidak memperdulikan saya. Lebih baik saya disakiti dariapada keberadaan saya nihil tak ada artinya.

Ya..dianggap tidak ada itu memang suatu hal yang menyakitkan. Terlebih lagi bagi manusia yang tingkat sensitifitasnya rendah seperti saya. Saya paling sulit men-decode pesan-pesan non-verbal seperti raut wajah,gesture, bahasa tubuh yang diberikan kepada saya. Bahkan ketika saya sedikit menangkap makna dari pesan non-verbal tersebut, masih saja merasa sulit untuk memberikan umpan balik kepada si pengirim pesan.

Lebih baik saya ditampar, setelah itu diberitahukan dimana letak kesalahan saya, daripada didiamkan dan hanya dibiarkan menerka-nerka sendiri saya salah apa. Ya, alasannya karena kebutuhan dasar manusia itu (dan alhamdulillah saya juga manusia :)) adalah penerimaan dan penghargaan dari orang lain. Itulah mengapa manusia disebut sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa orang lain.

Di buku "Pengantar Ilmu Komunikasi" karangan Dedy Mulyana, ada satu bagian yang sangat menarik hati saya hingga saat ini terkait dengan penerimaan sebagai basic needs manusia. Disebutkan bahwa pada jaman kekaisaran Yunani atau Romawi (saya lupa pastinya) pernah diadakan penelitian kepada bayi-bayi dimana bayi-bayi tersebut tidak diperdulikan, tidak diberikan belaian, tidak tidak diajak bicara, tidak digendong dan dipeluk saat menangis walaupun kebutuhan makan dan minum tetap diberikan. Tebak apa yang terjadi dengan para bayi? Perlahan-lahan mereka mati.

Membaca bagian tersebut membuat bulu kuduk saya merinding, hati saya terbuka, dan otak saya merumuskan satu kesimpulan sederhana. Ya. Berinteraksi dan berkomunikasi memang kebutuhan mendasar makhluk hidup (bukan hanya manusia, karena hewan dan tumbuhan pun melakukan interaksi kan) Karena tanpa melakukan itu semua, manusia kehilangan makna untuk apa ia dilahirkan ke dunia. Apa artinya dia ada.

Dulu ketika remaja saya pernah merasakan bagaimana tidak mengenakannya ketika keberadaan kita dianggap tidak penting. Bagaimana sedih dan sakitnya ketika kita sudah memberikan yang terbaik, namun hanya dipandang sebelah mata. Dan bagaimana pahitnya harus tertawa dan memaksakan berada dalam satu komunitas dimana hati ini merasakan bahwa ada atau tidak adanya kita tidak ada artinya buat mereka. Sedih, sedih, dan sedih.

Namun tak lama kemudian Allah mempertemukan saya dengan teman-teman yang dapat menerima saya apa adanya. Menghargai keberadaan saya, dan membuat saya dapat tertawa lepas dan tersenyum dengan setulus-tulusnya. Dan saya belajar, pada dasarnya bukan orang-orang hebat dengan segala kemewahannya yang kita butuhkan untuk mengisi ruang kosong di jiwa kita. Kita hanya butuh orang-orang yang menganggap kita istimewa, mendengarkan dan mencintai kita setulusnya. That's it.

Saya kembali teringat sebuah tulisan yang sangat menginspirasi. Diawali dengan 10 pertanyaan yang tidak ada satupun jawabannya yang dapat saya jawab. Ke sepuluh pertanyaan tersebut memiliki redaksi yang sama, yakni mengenai para pemenang Grammy Award, Olympiade, dan ajang-ajang bergengsi lainnya di masa lalu. Kemudian tulisan tersebut berlanjut ke pertanyaan selanjutnya, seperti "siapakah orang yang paling kamu sayangi? siapakah orang yang paling ramah menegurmu ketika bertemu di jalan? siapakah orang pertama yang akan kamu hubungi ketika kamu kesulitan" dan dengan mudah saya menjawab satu persatu poin pertanyaan tersebut.

Diakhir tulisan, sang penulis memberi pesan yang kurang lebih redaksinya seperti ini, "kenyatannya kita cenderung lupa pada orang-orang hebat yang pernah berjaya -kecuali orang tersebut memberikan sumbangsih yang sangat signifikan bagi masyarakat dan diri kita- . Kita lebih ingat pada orang-orang yang dekat disekitar kita, walaupun mereka bukan pemenang award ini-itu atau hanyalah orang biasa"

Ya..Einstein pun berkata, "Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna" karena manusia yang berguna untuk orang lain lebih mengena di hati dan lama tersimpan di memori otaknya.

Rasulullah SAW juga bersabda "Sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling bermanfaat"

Manusia yang bermanfaatlah manusia-manusia yang diakui keberadaannya bukan? Manusia yang berkontribusilah yang namanya di catat di pikiran seseorang bukan? Manusia yang menebar kebaikan itulah yang pada akhirnya memperoleh title "sebaik-baiknya manusia" bukan?

Namun, di usia 20 tahun ini, saya juga belajar, bahwa untuk menjadi sebaik-baik manusia, tidak cukup hanya memberikan kontribusi dan mau berbuat. Tidak jarang kerja keras kita, tetes air mata dan darah kita, lelah dan ringkihnya tubuh kita, luput dari pandangan manusia. Tidak jarang pula ketika kita mencoba melakukan yang terbaik, yang terlihat di mata hanyalah cacat yang tak bercela. Wajarkah? Wajar menurut saya. Karena indera manusia terbatas. Pengelihatan kita terbatas, kita tidak bisa melihat ke dalam hati manusia. Pendengaran pun sama, tak bisa mendengar jeritan hati yang bersuara lirih. Mulut?Wah, ini yang paling sering kepeleset dan membuat kacau suasana.

Makanya, kini saya mengerti, kenapa IKHLAS itu sulit dieja dengan sebenar-benarnya hati walaupun hanya terdiri dari lima huruf saja. Karena orang yang ikhlas tidak lagi terlalu peduli (namun tetap butuh) pada pengakuan dari manusia. Ya..biarkan Allah saja yang menilai, biarkan Allah saja yang memandang, biarkan Allah saja yang memberikan penghargaan.

Ya...semoga kita semua biasa belajar untuk mengeja dan mengamalkan kelima huruf itu. I-K-H-L-A S. Sehingga tidak ada lagi galau yang hinggap ketika kerja keras kita tidak ada artinya di mata manusia. Karena tujuannya bukan lagi penerimaan mereka, tapi penerimaan Allah kepada kita. Bukan lagi balasan dari mereka, namun janji Allah nanti yang 100% benar adanya.

Ya..semoga kita bisa menjadi orang yang senantiasa belajar dari sekolah besar bernama " KEHIDUPAN".


No comments:

Post a Comment