Lalu sepasang bola mata terdiam. Memandangi jendela kereta kelas ekonomi yang kusam. Gelap, aku benci gelap, bisiknya dalam hati. Tapi malam masih panjang, pun juga dengan perjalanan yang harus ia lalui.
Ribuan kali ia paksa kedua bola matanya untuk menutup, namun semakin ia berusaha memejamkan mata, bayangan itu muncul lagi, muncul perlahan dari ruang gelap di dalam otaknya. Ah, kapan semua ini berakhir! ia membungkus badannya dengan jaket tebal.
Lalu ia kembali menatap kaca dengan tatapan muram, gelap. Ia selalu benci gelap, gelap yang membuatnya merasa semakin sepi dan sesak.
Kereta masih melaju, kodok dan jangkrik masih bernyanyi dengan riang, malam semakin pekat dan perjalanan masih panjang. Kedua bola itu, masih menatap jendela dengan muram.
Gelap...
No comments:
Post a Comment