Sunday, October 31, 2010

Gadis langit dan lelaki awan (episode 2)

Langit hari ini terlihat begitu cerah. Birunya yang terang benderang begitu indah dihasi oleh kumpulan awan kumulus yang bertebaran dimana-mana. Mereka bergerumul layaknya sebuah gula-gula kapas putih besar yang membuat diriku sangat ingin untuk memakannya sampai habis. Mentari pun bersinar dengan teriknya menyinari kota Jakarta yang penuh dengan polusi. Walau panasnya membakar hingga ke pori-pori kulit sawo matangku, aku tak peduli. Aku ingin terus menerus menatap langit hari ini.


Aah...langit...kau begitu indah..


***

Hari ini sekolahku diliburkan karena guru-guru mengadakan rapat. Asyik sekali! Hari ini akhirnya aku terlepas dari mulut-mulut usil teman-teman sekelas yang sudah mulai teracuni oleh Aldo dan cecunguk-cecunguknya yang semakin gencar menjodohkan aku dengan si anak baru..

AWAN..

Sudah hampir seminggu ia duduk di sebelahku. Selama 3 bulan ini bangku di sebelahku itu selalu kosong. Kalaupun terisi, sudah pasti si Aldo yang sangat menjengkelkan yang berada di sana. Apalagi yang ia lakukan selain mengusiliku dan memancing emosiku. Dasar anak kurang kerajaan! Dan, berkat kehadiran Awan, si anak baru, tingkah laku Aldo semakin menjadi-jadi. Kemarin ia dan cecunguk-cecunguknya yang setia menaburkan sobekan-sobekan kertas ke kepalaku dan Awan sambil menyenandungkan nada-nada khas pernikahan. Alhasil rambutku dan rambut Awan dipenuhi oleh sobekan-sobekan kertas(yang sepertinya kertas ulangan matematika milik Aldo yang tadi dibagikan, nilainya 0!aku ingat sekali raut wajah kesalnya ketika diomeli oleh Bu Sofia, rasakan!!).

Awan ternyata sama tenangnya denganku dalam menghadapi Aldo. Ia tak pernah menunjukkan raut kesal ataupun marah, walaupun kini ia menjadi sasaran mulut usil Aldo cs. Dia malah masih bisa tersenyum pada Aldo (satu hal yang TIDAK AKAN AKU LAKUKAN) ketika Aldo mengejeknya dengan sebutan 'ikan buntal'.

AWAN..

Anak laki-laki bertubuh gempal yang sama pendiamnya dengan diriku. Tidak ada satu patah kata pun yang keluar dari mulutnya apabila tidak ada hal penting yang harus disampaikan. Hanya "Assalamualikum" yang diringi dengan senyuman yang ia katakan ketika bel masuk dan bel pulang berbunyi.Selebihnya hanya jika ia butuh sesuatu baru ia berbicara denganku. Baguslah,toh kalau pun ia mengajakku berasa-basi aku hanya akan menjawab seadanya.

Waktu istirahat,kulihat Awan tidak pernah pergi ke kantin ataupun bermain bersama anak lain. Ia hanya duduk memakan bekal yang sudah ia bawa dari rumah. Agak kesal juga melihatnya asyik makan sendiri di tempat duduk kami,karena tadinya itu adalah tempat favoritku ketika menghabiskan bekal yang kubawa dari rumah.Sejak dulu aku memang tidak pernah memakan jajanan dikantin, selalu bekal buatan bunda yang menemani waktu istirahatku. Aku sangat beruntung memiliki bunda yang cantik sekaligus pintar masak. Bunda selalu membuatkan masakan yang enak dan bergizi untukku, terima kasih bundaku sayang.

Tapi,kali ini masakan enak buatan bunda tidak dapat aku habiskan di kelas, karena si murid baru itu sudah mengambil 'lahan' yang biasa kugunakan. Terpaksa aku harus mencari lahan baru untuk makan.Yang pasti sejauh mungkin dari Aldo cs, jangan sampai selera makanku hilang karena tingkah laku aneh dan super duper menyebalkan dari si Aldo beserta pengikutnya yang setia.

Aku mulai mengelilingi bangunan sekolah yang sudah 3 bulan terakhir ini kusebut sebagai sekolahku. Berkeliling, celingak-celinguk sana-sini mencari tempat yang nyaman dan sepi  agar dapat  melahap masakan bunda yang super lezat. Kemana ya,pikirku. Kamar mandi?ah tidak..terlalu jorok!tidak akan berselera makan di sana. Pinggir lapangan? terlalu ramai. Dimana...dimana..dimana...dimana tempat yang nyaman untuk makan tanpa diganggu oleh siapapun??

Hampir 15 menit aku berkeliling sekolah kecil yang agak tua ini. Tetap saja tidak menemukan tempat yang sreg untuk makan. Bel masuk akan berdering 15 menit lagi, sedangkan bekal makananku belum kusentuh sedikitpun. Akhirnya aku menyerah, sepertinya memang dikelaslah tempat paling aman untuk makan, jauh dari keramaian dan gangguan Aldo dkk(tiap istirahat ia PASTI ke kantin dan bermain di lapangan bersama anak laki-laki lain).

Sesampainya ku di kelas, ku lihat Awan sudah tidak lagi melahap bekalnya. Ia sedang berkonsentrasi membaca sebuah buku kecil bercover hitam. Sorot matanya terlihat begitu serius memandangi buku kecil yang ia baca. Mulutnya berkomat-kamit. Sayup-sayup terdengar suaranya yang lirih..

"Fabbi ayyi alaa irabbikuma tukadziiban"

Suara lantunan ayat suci yang keluar dari mulutnya...
Surat Ar-Rahman..
Salah satu satu surat favorit bunda..

AWAN...

Anak baru yang yang begitu berbeda dan langka. Ini kali pertama aku melihat seorang anak laki-laki yang begitu khusyunya melantunkan ayat suci. Seorang anak seumuranku yang sudah begitu fasih membaca Al-Quran. Walaupun suaranya terdengar lirih, namun bacaannya begitu syahdu dan menenangkan hati, mengingatkanku pada bacaan tilawah bunda.

AWAN...

Kau memang begitu berbeda...

***

Udara panas kota Jakarta masih terus berhembus di atap rumah susun yang kini menjadi rumah baruku. Aku masih terus menatap langit sambil merebahkan diriku di tempat yang biasa dijadikan tempat menjemur pakaian oleh Ibu-Ibu penguhuni rusun. Atap rusun inilah satu-satunya tempat yang dapat membuatku leluasa melakukan kebiasaanku dikala bosan, menatap langit.

Walaupun aku membeci namaku, namun aku tidak pernah membeci 'langit' yang sesungguhnya. Bahkan sebaliknya, aku sangat suka memandangi langit yang begitu luas dan indah ini. Langit yang cerah bertabur awan. Langit yang kelam bertabur bintang. Langit yang begitu memesona. Langit yang selalu membuatku terpana. Langit yang membuatku dapat melupakan semua rasa kesepian yang selalu menghampiri. Rasa sepi dan sendiri..

Langit memang selalu membuatku dan bunda terpukau. Ia terbentang begitu luas dan berdiri tanpa tiang. Bunda bilang, Allah SWT sengaja menciptakan langit yang begitu indah dan menghiasnya untuk manusia.

"Langit sayang..coba kau hadapkan wajahmu ke atas langit ketika kau merasa sedih ataupun kesepian. Pandangilah langit dan kau akan merasakan bahwa betapa dirimu adalah tidak pernah sendiri dan kau begitu dicintai oleh Dzat Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.Langit adalah bukti cinta Allah kepada kita. Ia menciptakan langit dan menghiasnya untuk kita, manusia yang begitu kecil dihadapan-Nya. Oleh karena itu sayang..jangan pernah merasa sendiri..karena engkau, wahai anakku yang amat kucintai karena Allah, selalu dinaungi oleh cinta-Nya"

Itulah kata-kata yang bunda sampaikan padaku ketika kami masih berada di Papua. Aku dan bunda memandangi langit bersama-sama di bukit kecil yang berada di belakang rumah kami. Udara dingin pegunungan yang menusuk sampai ke tulang tak kami pedulikan. Genggaman tangan bunda yang begitu erat sudah cukup menghangatkan tubuhku. Bintang yang bertebaran dan langit yang begitu bersih tanpa polusi membuat kami tidak peduli dengan apapun yang terjadi di sekitar kami. Tak peduli beberapa nyamuk dan serangga sudah  datang menghampiri dan tak peduli akan masalah-masalah rumit yang sedang kami hadapi.

Aah..langit...aku dan bunda selalu mencintaimu...


(masih bersambung)


5 comments:

  1. neng, kalo aku punya temen anamnya lagit, lucu juga..
    haha
    panggilannya ..
    _ngit..ngit...-
    :P

    overall, bagus bagus ceritanya.
    cuma kalo menurutku, agak kurang kerasa metaforanya..
    ^^

    *sok ngritik gitu. :D

    ReplyDelete
  2. asyiik...dapet masukan dr ibu penulis..hehehehE :D

    btw metafora tu yang pengandai-andaian gtu yak?

    ReplyDelete
  3. okeh..okeh..okeh..

    blm kelar tapi pen..hehehe

    btw annida udah gag terbit lagi..bingung dah maw kirim kemana :D

    ReplyDelete
  4. hehe..

    sesama penulisamatiran.
    :D

    yoyoy,, begitulah kurang lebih.
    ^^

    ReplyDelete