Bismillahirrahmanirrahiim..
"Sebuah janji akan terus menjadi hutang sebelum janji itu ditunaikan. Sebuah janji akan menjadi omongkosong ketika ia diabaikan.Karena janji itu tidak akan tetap terjaga hingga akhir dunia"
Cukup dua kata yang kini bergelantungan di relung otak saya.
Ma'na Syahadatain.
Makna yang terungkap dari kalimat tertinggi. Makna dari kalimat yang merupakan tiket masuk ke dalam barisan para mujahid/ah yang dicintai oleh Allah.
Ketika menelisik ke dalam diri lagi, sejenak berpikir, sejauh mana diri saya ini memaknai kaliamat syahadat dengan sebenar-benarnya makna? Sejauh mana syahadatain yang saya ucapkan setiap shalat ini memberikan ruh dalam setiap kerja dan amal yang saya lakukan?
Hmmm..mari bermuhasabah...
Ketika berbicara bagaimana aplikasi dari sebuah konsep, berarti kita berbicara terkait kerja apa yang bisa kita lakukan untuk menghidupkan ruh konsep tersebut ke dalam sebuah bentuk gerak nyata. Kini pertanyaannya, bagaimana aplikasi terhadap pemaknaan syahadatain yang sering kita ucapkan. Kalimat Maha Dasyhat yang menyebabkan padamnya api majusi, porak-poranda nya istana kisra dalam rangka meninggikan kalimat ini di bumi-Nya. Dua kalimat yang membuat Rasulullah SAW putih rambutnya, patah giginya di saat perang, demi tegaknya kalimat-Nya di bumi cinta-Nya.
Aplikasi dari makna syahadatain dapat kita teladani dari suri tauladan kita, Rasulullah SAW dan para sahabat-sahabatnya. Ketika syahadatain telah termaknai dengan sebenar-benarnya makna, telah mengalir dalam aliran darah, telah terpatri dalam lobus otak, dan telah berdetak bersama jantung, maka tegaknya kalimat syahadat adalah harga mati yang harus kita perjuangkan. Betapa demi tegaknya kalimat syahadat Billal bin Rabbah rela ditindih batu diterik panas dan hujanan penyiksaan, demi satu kata, "ahad, ahad". Betapa demi tegaknya kalimat syahadat Abu Bakar RA rela digigit laba-laba dikala menemani Rasulullah SAW bersembunyi di gua Tsur. Betapa demi tegaknya kalimatullah, Umar RA rela dipukuli oleh petinggi-petinggi Quraisy saat ia mengumumkan keislamannya. Betapa demi tegaknya kalimat syahadat para tabi'in, mujahid/ah di berbagai belahan dunia berjuang dengan segenap jiwa dan raga.
Mungkin perjuangan kita saat ini belum seberapa dibandingkan mereka. Tidak sepersepuluh, sepeseratus, atau bahkan seperseribu( ?) dari kerja nyata yang telah mereka lakukan.
Namun, bukan berarti dalam mentransformasikan syahadatain dalam kerja nyata harus berbentuk kerja-kerja WAH yang luar biasa. Ketika kita menjadikan hanya Allah-lah satu-satunya tujuan hidup, belajar, berorganisasi, bekerja, berinteraksi, bernafas, berbicara, bahkan berdetaknya jantung kita, maka hal tersebut merupakan sebentuk pembuktian kita terhadap syahadatain yang kita ucapkan di tiap shalat kita. Ketika kita menjadikan Rasulullah sebagai teladan, role model di tiap jengkal kehidupan kita, meneladani kehidupannya, mempelajari cara kerjanya, maka hal itu pun merupakan sebentuk aplikasi kita terhadap syahadatain yang sering kita ucapkan, walau sering pula tak sadar akan maknanya.
Ya..syahadatain memang mutlak butuh pembuktian. Bukti bahwa kita paham makna luar biasa yang terkandung di dalamnya. Tidak sembarang kalimat, bahkan kalimat ini sudah tertuliskan di dalam syurga-Nya sejak nabi Adam AS bertempat di sana.
Aplikasi syahadatain pada tiap diri kita memang hanya kita yang bisa menjawabnya. Sejauh mana asy-hadu alla illa haa ilallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah benar-benar tertancap dalam di relung jiwa dan kemudian menjadi motor penggerak di dunia nyata.
Mari bermuhasabah..
"Sebuah janji akan terus menjadi hutang sebelum janji itu ditunaikan. Sebuah janji akan menjadi omongkosong ketika ia diabaikan.Karena janji itu tidak akan tetap terjaga hingga akhir dunia"
Cukup dua kata yang kini bergelantungan di relung otak saya.
Ma'na Syahadatain.
Makna yang terungkap dari kalimat tertinggi. Makna dari kalimat yang merupakan tiket masuk ke dalam barisan para mujahid/ah yang dicintai oleh Allah.
Ketika menelisik ke dalam diri lagi, sejenak berpikir, sejauh mana diri saya ini memaknai kaliamat syahadat dengan sebenar-benarnya makna? Sejauh mana syahadatain yang saya ucapkan setiap shalat ini memberikan ruh dalam setiap kerja dan amal yang saya lakukan?
Hmmm..mari bermuhasabah...
Ketika berbicara bagaimana aplikasi dari sebuah konsep, berarti kita berbicara terkait kerja apa yang bisa kita lakukan untuk menghidupkan ruh konsep tersebut ke dalam sebuah bentuk gerak nyata. Kini pertanyaannya, bagaimana aplikasi terhadap pemaknaan syahadatain yang sering kita ucapkan. Kalimat Maha Dasyhat yang menyebabkan padamnya api majusi, porak-poranda nya istana kisra dalam rangka meninggikan kalimat ini di bumi-Nya. Dua kalimat yang membuat Rasulullah SAW putih rambutnya, patah giginya di saat perang, demi tegaknya kalimat-Nya di bumi cinta-Nya.
Aplikasi dari makna syahadatain dapat kita teladani dari suri tauladan kita, Rasulullah SAW dan para sahabat-sahabatnya. Ketika syahadatain telah termaknai dengan sebenar-benarnya makna, telah mengalir dalam aliran darah, telah terpatri dalam lobus otak, dan telah berdetak bersama jantung, maka tegaknya kalimat syahadat adalah harga mati yang harus kita perjuangkan. Betapa demi tegaknya kalimat syahadat Billal bin Rabbah rela ditindih batu diterik panas dan hujanan penyiksaan, demi satu kata, "ahad, ahad". Betapa demi tegaknya kalimat syahadat Abu Bakar RA rela digigit laba-laba dikala menemani Rasulullah SAW bersembunyi di gua Tsur. Betapa demi tegaknya kalimatullah, Umar RA rela dipukuli oleh petinggi-petinggi Quraisy saat ia mengumumkan keislamannya. Betapa demi tegaknya kalimat syahadat para tabi'in, mujahid/ah di berbagai belahan dunia berjuang dengan segenap jiwa dan raga.
Mungkin perjuangan kita saat ini belum seberapa dibandingkan mereka. Tidak sepersepuluh, sepeseratus, atau bahkan seperseribu( ?) dari kerja nyata yang telah mereka lakukan.
Namun, bukan berarti dalam mentransformasikan syahadatain dalam kerja nyata harus berbentuk kerja-kerja WAH yang luar biasa. Ketika kita menjadikan hanya Allah-lah satu-satunya tujuan hidup, belajar, berorganisasi, bekerja, berinteraksi, bernafas, berbicara, bahkan berdetaknya jantung kita, maka hal tersebut merupakan sebentuk pembuktian kita terhadap syahadatain yang kita ucapkan di tiap shalat kita. Ketika kita menjadikan Rasulullah sebagai teladan, role model di tiap jengkal kehidupan kita, meneladani kehidupannya, mempelajari cara kerjanya, maka hal itu pun merupakan sebentuk aplikasi kita terhadap syahadatain yang sering kita ucapkan, walau sering pula tak sadar akan maknanya.
Ya..syahadatain memang mutlak butuh pembuktian. Bukti bahwa kita paham makna luar biasa yang terkandung di dalamnya. Tidak sembarang kalimat, bahkan kalimat ini sudah tertuliskan di dalam syurga-Nya sejak nabi Adam AS bertempat di sana.
Aplikasi syahadatain pada tiap diri kita memang hanya kita yang bisa menjawabnya. Sejauh mana asy-hadu alla illa haa ilallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah benar-benar tertancap dalam di relung jiwa dan kemudian menjadi motor penggerak di dunia nyata.
Mari bermuhasabah..
No comments:
Post a Comment